Sesal Politisi Golkar Karena Pengembangan Vaksin Nusantara Dihentikan

BERITAKARYA.COM, JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR Ridwan Hisjam menyayangkan mengapa pengembangan vaksin Nusantara untuk mengatasi COVID-19 yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan dr Terawan Agus Putranto dihentikan.

Menurut Ridwan tidak semestinya pengembangan vaksin itu dihentikan, karena semua masih dalam proses riset. Dengan dihentikannya pengembangan vaksin ini, maka kata Ridwan, pemerintah memang tidak mendukung anak bangsa untuk kemajuan riset.

“Kita di Komisi VII yang membidangi riset, itu tidak boleh riset diberhentikan. Selagi itu masih proses pengembangan atau kajian, maka tidak boleh dihentikan. Kalau ternyata hasilnya itu dianggap merusak atau membahayakan itu soal lain,” ujar Ridwan dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (17/6/21).

Politisi Golkar ini menyebut, selagi itu masih proses, riset itu tidak boleh dihentikan. Karena itu hak demokrasi dalam berpikir. Tidak hanya itu, ia menyatakan Komisi VII juga kecewa dana untuk pengembangan riset ini hanya Rp11 miliar. Padahal dana yang dibutuhkan seharusnya Rp100 miliar.

“Saya liat pemerintah tidak serius dalam memajukan riset. Terutama mendorong adanya vaksin dari anak bangsa. Ini kan vaksin Nusantara sudah masuk uji klinis II tinggal masuk ke III malah dihentikan. Jangan karena kita rajin impor, terus karya anak negeri dihentikan. Kalau kaya gini kapan kita mau maju,” jelas Ridwan.

Dia menyatakan, penghentian riset vaksin Nusantara ini tidak sesuai dengan visi Jokowi menjadikan Indonesia Maju. “Impor ini harusnya secukupnya saja. Selebihnya pakai produk dalam negeri. Jangan keterusan impor. Memangnya kita bangsa yang tidak mampu,” tandas Ridwan.

Dalam rapat Komisi VII, Rabu siang (16/6/21) siang, Ridwan mengusulkan kepada pimpinan komisi agar seluruh anggota Komisi VII patungan untuk ikut membiayai keberlanjutan riset pengembangan vaksin Nusantara.

“Kalau memang seperti ini pemerintah tidak memperhatikan persoalan anggaran, ya saya minta Komisi VII menjadi pelopor untuk mengumpulkan dana masyarakat. Saya bilang ada 50 anggota, kita patungan Rp10 juta, jadi Rp500 juta. Sisanya kita cari lagi agar bisa sampai Rp100 miliar agar tercipta vaksin buatan anak bangsa,” terangnya.

Terawan sebelumnya mengeluhkan soal perkembangan vaksin nusantara untuk mengatasi COVID-19, yang dihentikan sementara. Menurutnya, titik persoalannya tak jelas lantaran tim peneliti vaksin berbasis sel dendritik ini sudah mengikuti kaidah yang berlaku.

“Saya bingung, apa titik persoalannya. Buat kami sebagai peneliti itu merasa ndak ada persoalan. Kaidah yang kami gunakan adalah kaidah yang baru. Karena apa? Dendritic cell vaccine ini belum ada yang pernah mengerjakan untuk COVID-19,” kata Terawan dalam rapat virtual bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (16/6/21).

Diakui Terawan, proses penelitian vaksin ini memang mengikuti kaidah yang baru lantaran jenisnya berbeda dibanding perkembangan vaksin lain. Untuk itu, ia menyampaikan agar titik temu persoalan ini bisa dibicarakan dengan kepala dingin.

“Jadi tentunya harus menggunakan kaidah-kaidah yang baru yang beda, karena disuntikkan ke badan kita ya, dendritik sel kita sendiri, bukan dari orang lain, tentunya titik temu persoalan-persoalan itu tergantung duduk bersama,” tutur Terawan.

Vaksin ‘Kunci COVID-19’

Ditegaskan Terawan, vaksin Nusantara ini bertujuan baik lantaran dapat menjadi kunci dalam mengakhiri pandemi COVID-19. Berdasarkan teori pun, vaksin berbasis sel dendritik ini mampu mengakhiri penyakit kanker, sehingga hal serupa bisa terjadi pada pandemi COVID-19.

“Memang di literatur-literatur paling lama dari kejadian SARS dulu di China, Beijing, dan sebagainya, sel T-nya itu masih ada sampai 6 tahun dan itulah yang riset-riset di dunia mengemukakan muncullah hipotesis di mana dendritic cell vaccine ini dianggap sebagai the beginning of the end, yang memulai untuk mengakhiri cancer maupun COVID-19,” katanya.

“Kebetulan kita membangunnya, apakah tidak boleh kita memulai duluan? Iya, saya serahkan jawaban ke semua orang, apakah Indonesia tidak boleh memulai duluan? Saya tidak tahu untuk jawaban itu,” kata pria berpangkat Letnan Jenderal TNI itu. (*/kgc)

Tinggalkan Balasan