Legenda Jawaban Presiden Soeharto Saat Ditanya Bocah ‘Mengapa Presiden Cuma Satu?’
BERITAKARYA.COM, MEDAN – Saat masih menjabat, Presiden Soeharto kerap kali mengadakan ‘Gelar Nusantara Anak Indonesia’ atau Gelantara. Ini sebagai bentuk peringatan Hari Anak Nasional yang diselenggarakan di Istana Negara, Jakarta.
Pada acara itu, Presiden Soeharto dipertemukan dengan anak-anak di setiap kota. Selain sebagai perayaan, pertemuan mereka juga dalam rangka memperkuat persatuan bangsa. Namun, ada yang menarik dari pertanyaan salah satu anak saat itu. Bahkan jawaban Soeharto pun juga menjadi legenda.
Lantas bagaimana jawaban legenda Presiden Soeharto menjawab pertanyaan seorang bocah? Melansir dari akun YouTube HM Soeharto, Jumat (2/7/21), berikut ulasannya:
Ada satu momen pada acara Gelantara yang menarik perhatian publik. Acara yang digelar pada 17 Juli 1994 ini mempertemukan Presiden Soeharto dengan anak-anak di setiap kota. Mereka juga bisa memberikan pertanyaan kepada sang presiden. Namun siapa sangka, satu anak memberikan pertanyaan unik yang mampu membuat Presiden Soeharto tercengang.
“Nama saya Hamli dari Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Banggai. Saya mau tanya, mengapa Presiden di Indonesia cuma satu. Padahal Indonesia sangat luas,” tanya bocah tersebut.
Pertanyaan tersebut sontak membuat mereka tertawa. Ibu Tien yang berada tepat di samping Presiden Soeharto pun turut tertawa mendengarnya. “Presiden itu hanya satu untuk memimpin negara dan bangsa. Nanti kalau ada dua atau tiga, lantas berjalan tidak baik. Banyak pemimpin, banyak kapten kemudian lantas negara menjadi rusak,” jawab Soeharto.
“Kenapa kamu tanya begitu? Sama yang suruh siapa? Karena hanya ingin tahu saja?,” tanya Soeharto sambil tertawa. “Iya,” jawab bocah tersebut. “Kalau di rumah juga begitu. Kan tidak ada bapak 2,3 ya to? Bapaknya hanya satu to? Nah iya, yang pimpin rumah tangga ya bapak mu, hanya satu juga,” jelasnya tetap tersenyum.
“Tapi terang bahwasanya Presiden yang satu ini hanya melaksanakan apa yang diputuskan oleh rakyat melewati MPR. Walaupun satu tapi sebenarnya terikat. Terikat pada garis besar negara, terikat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945. (Presiden) Satu saja untuk lima tahun, nanti dipilih lagi, begitu seterusnya,” terang Soeharto. (*/merdeka/youtube)