Pemurahnya Hati H Musa Rajekshah
Catatan: Zulkifli
“Loh, sudah di Golkar sekarang?” Pertanyaan yang kerab saya dengar, saat bertemu orang orang yang baru melihat saya pakai baju kuning. Wajar banyak yang kaget, karena sesungguhnya saya baru saja seumur jagung terjun ke dunia politik, tapi saya sudah lompat.
Beruntung, saya belum lompat-lompat, bahkan tak mungkin. Sebab, H Musa Rajekshah telah menyatakan itu. Dirinya tak akan pernah meninggalkan Golkar. Sekalipun jika suatu saat Golkar meninggalkannya. “Saya akan tetap di sini jika pun nanti saya gak dipakai lagi,” ujarnya suatu ketika dalam satu perbincangan.
Tapi adakah yang rela melepas H Musa Rajekshah? Saya rasa tak satu pun mau. H Musa Rajekshah adalah sosok yang nyaris sempurna. Dia memiliki segalanya, tapi selama ini dia tak menonjolkannya. Makanya, begitu saya tahu H Musa Rajekshah menjadi Ketua DPD Golkar Sumut, saya secepat kilat lompat.
Saya mengenal H Musa Rajekshah sekira tahun 1999. Ketika itu, dari media saya mendapatkan tugas melakukan peliputan ke sebuah usaha keluarga H Musa Rajekshah di Mandailing Natal (Madina). Beberapa tahun kemudian, saya semakin intens berhubungan. Bahkan hal-hal pribadi pun, H Musa Rajekshah menjadi sandaran.
Suatu ketika, koran paling top di zamannya (salah satu grup Jawa Pos di Sumut), jatuh ‘sakit’. Obatnya hanya satu, UANG. Saya pun menceritakan ke H Musa Rajekshah perihal ‘penyelamatan’ itu. Sebab, ada ratusan orang yang bergantung hidup di media itu. Tanpa ba-bi-bu, H Musa Rajekshah pun langsung memerintakan stafnya untuk mencairkan dana untuk saya pinjam.
Berjalannya waktu, saya tak mampu mengembalikan pinjaman itu. Sebab, koran kriminal terlaris di medio tahun 2000-an itu semakin sulit. Setelah memastikan saya ‘nyerah’, akhirnya saya memberanikan diri menghadap dan melapor. Dalam hati saya, pastilah sang ketua akan marah besar, karena uang itu tak sedikit.
Mendengar cerita saya, dan tahu kondisi ril koran kami yang megap-megap dengan ratusan karyawan, H Musa Rajekshah pun tak komentar saat dana pinjaman itu saya konversi menjadi pemasukan advetorial di koran tersebut, saya dan ratusan karyawan pun selamat. Itu, jauh sebelum H Musa Rajekshah memimpin Golkar. Maka, begitu saya pastikan bahwa kendali pohon Beringin di tangannya, saya pun cepat-cepat lompat.
Dalam setiap pidato, perintah dan arahan kepada anggota, suami dari Ayu Miharni ini selalu meminta agar seluruh kader berbuat sejak hari ini. Jangan berbuat, ketika sedang membutuhkan rakyat saja. Tapi terus berbuat kapan dan di mana pun. Tak hanya pernyataan, H Musa Rajekshah memberikan contoh.
GOLKAR PEDULI GOLKAR BERBAGI pun digebernya. Seluruh kader Golkar diperintahkannya, agar tak membiarkan rakyatnya kelaparan. Ribuan goni beras pun dipasoknya dan didistribusikan ke kantong-kantong kemiskinan. Hari pertama baksos itu, H Musa Rajekshah pun turun langsung ke bantaran Sungai Deli. Pecitraan? Tentu bukan.
Pemilihan apapun masih jauh. Tak ada yang perlu dicitrakan saat ini. Satu-satunya alasan tepatnya adalah, H Musa Rajekshah adalah pemurah. 20 tahun lebih saya rasakan kemurah hatiannya. Sangat pas kini H Musa Rajekshah memimpin Partai Golkar Sumut. Pohon beringin itu akan semakin rindang, merindangi 14,5 juta penduduk Sumut. (*)